Baiklah

๐ŸŒท๐Ÿฃ๐ŸŒทGame Kelas Bunda Sayang๐ŸŒท๐Ÿฃ๐ŸŒท

๐ŸŽฏLevel 1
TANTANGAN 10 HARI KOMUNIKASI PRODUKTIF

๐Ÿ’™ Hari Ke - 13

๐Ÿ‘Ÿ Baiklah ๐Ÿ‘Ÿ

Aku menatap tak percaya, Shafaa berlarian di pinggir lapangan olah raga sekolah dengan bertelanjang kaki. “Aaah….” kutarik nafas panjang dan mencoba untuk tidak terpancing marah. Melihat aku datang, Shafaa berlari girang menghampiri ku.
“Sepatunya mana?” tanya ku dengan suara biasa. Shafaa berjalan ke arah tempat tunggu orang tua murid, mengambil sepatu dari balik tiang masuk, kemudian mengambil tasnya yang tergeletak di tanah.
Aku memcoba membantunya karena kelihatannya Shafaa repot sekali, dia tak bisa memanggul tas nya karena tangan satunya memegang sepatu, tapi aku berusahan untuk tidak membatunya, aku biarkan Shafaa mengatasi kerepotannya.
“ma.. tolong pegang tas dulu” Shafaa tidak dapat memanggul tas nya.
Aku bantu Shafaa.
“tolong keluarin mantel tasnya ma.. hujan rintik-rintik” sambungnya.
“Repot ya….” kataku sambil membuka resleting tempat mantel tas.
“yaaa… tas nya kotor”keluh Shafaa
“tadi kan di tanah” aku mencoba mengingatkan.
Setelah tas siap kemudian aku membantu memakaikan dipundak Shafaa “ayo ma…” dengan senang hati Shafaa  mengajak pulang.
“Tidak dipakai sepatunya” tanya ku.
Shafaa menggeleng sambil tersenyum.
“Panas loh jalannya, coba Shafaa jalan ke tengah lapangan, panasnya bisa tahan tidak” aku berusaha menunjukan akibat tidak memakai alas kaki.
“Bisa ma… bisa jalan” Shafaa berkata dengan yakin.
“Baiklah” kataku singkat.
Kami pun berjalan. Keluar dari pintu gerbang sekolah, aspal jalan sudah menyambut. Panas kota Ambon membuat aspal bercahaya terang, aku membayangkan kaki Shafaa menginjak aspal panas itu, ngeri sekali.
Aku berhenti didepan jalan, sengaja ku biarkan Shafaa berjalan merasakan panas trotoar yang terbuat dari block. Kulihat Shafaa mulai berjalan dengan mengangkat jemari kakinya, kemudian dimiringkan telapak kakinya, selanjutnya Shafaa menghampiri ku dan berdiri diam bersama ku dibawah payung.
Selangkah Aku maju ke pinggir jalan. Shafaa mengikuti masih dengan telanjang kaki. Kuliahat Shafaa berjinjit, dengan cepat langsung aku gendong dia.
“Panas ya?” tanya ku.
Shafaa mengangguk sedih. Kami diam. Aku sengaja tidak membahasnya.
Sampai di rumah, Shafaa duduk diam di bangku teras.
“Bagaimana Shafaa” tanya ku.
Shafaa masih diam.
“Tadi kakinya bisa melepuh” aku berusaha membuka pembicaraan kembali
“Paling panas ma” lanjut Shafaa
“Kenapa dibuat sepatu dan sendaฤบ, supaya kaki tidak sakit lewat jalan yang panas, supaya kaki tidak luka kalau ada beling dan paku” jelas ku pada Shafaa.
Shafaa diam seperti berfikir. Sejenak kami berdiam.
“Mau buka sepatu lagi?” tanya ku.
Shafaa menggeleng mantap.
Sepertinya pengalaman yang baru terjadi membuat Shafaa belajar tentang pentingnya alas kaki, dan aku berharap Shafaa dapat merasakan betapa akh sangat sayang padanya.
๐ŸŒ๐ŸŒ๐ŸŒ๐ŸŒ๐ŸŒ

Sore itu, Shafaa minta sejenis minuman dingin.
“Ma... Shafaa mau bilang sesuatu tapi mama jangan bilang ga  boleh ya”
“Bilang apa dulu” jawab ku.
“Shafaa mau minum yang itu tuuh” Shafaa mulai menggambarkan ciri-ciri minuman yang dimaksud.
Aku tidak mengijinkan, “Nanti tenggorokannya bisa sakit, Shafaa bisa demam deh”. jelasku
“Kalau yang bisa bikin Shafaa sakit pasti mama tidak ijinkan, Shafaa pintar kan” lanjut ku.
Shafaa tidak mencoba untuk meminta ulang minuman dingin itu, tidak seperti biasanya, jika permintaannya ditolak, wajahnya mulai cemberut dan marah.
Harapanku semoga Shafaa bisa belajar dari pengalaman.
๐ŸŒ๐ŸŒ๐ŸŒ๐ŸŒ๐ŸŒ


๐Ÿ’™Hal menarik apa saja yang Anda dapatkan dalam berkomunikasi dengannya hari ini?
๐Ÿ“Œ Pengalaman hari ini menjadi nasihat yang berharga bagi Shafaa.
๐Ÿ“ŒKembali aku memcoba menggunakan kalimat observasi.

๐Ÿ’™Perubahan apa yang dibuat hari ini dalam berkomunikasi?
๐Ÿ“ŒMencoba menggunakan kalimat pilihan pada pengalaman hari ini agar Shafaa dapat memetik pelajaran.
๐Ÿ“ŒMencoba menyisipkan pujian dalam kalimat empati yang tersirat penolak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengulang yang Kemarin